AKUNTANSI KOMPARATIF
1. Pengertian Akuntansi Komparatif
Akuntansi komparatif
adalah akuntansi untuk transaksi internasional, perbandingan prinsip akuntansi
antar Negara yang berbeda dan harmonisasi berbagai standar akuntansi dalam
bidang kewenangan pajak, auditing dan bidang akuntansi lainnya. Pengertian lain
Akuntansi Internasional menurut Iqbal, Melcher dan Elmallah (1997:18)
mendefinisikan akuntansi internasional sebagai akuntansi untuk transaksi antar
negara, pembandingan prinsip-prinsip akuntansi di negara-negara yang berlainan
dan harmonisasi standar akuntansi di seluruh dunia.
Akuntansi
internasional menjadi semakin penting dengan banyaknya perusahaan multinasional
(multinational corporation) atau MNC yang beroperasi
diberbagai negara dibidang produksi, pengembangan produk, pemasaran dan
distribusi. Di samping itu pasar modal juga tumbuh pesat yang ditunjang dengan
kemajuan teknologi komunikasi dan informasi sehingga memungkinkan transaksi di
pasar modal internasional berlangsung secara real time basis.
Aturan Aturan Akuntansi
Christopher
Nobes dan Robert Parker (1995:11) menjelaskan adanya tujuh faktor yang
menyebabkan perbedaan penting yang berskala internasional dalam perkembangan
sistem dan praktik akuntansi. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai
berikut :
- Sistem hukum
- Sumber pendanaan
- Sistem perpajakan
- Profesi akuntan
- Teori Akuntansi
- Accidents of History
Klasifikasi Akuntansi Internasional Dapat
Dilakukan dalam Dua Cara,yaitu:
a. Dengan pertimbangan
Klasifikasi dengan
pertimbangan bergantung pada pengetahuan, intuisi dan pengalaman.
b. Secara empiris
Klasifikasi secara
empiris menggunakan metode statistic untuk mengumpulkan data prinsip dan
praktek akuntansi seluruh dunia.
Ada 8 (delapan) Faktor yang Mempengaruhi
Akuntansi Internasional:
1. Sumber Pendanaan
Di Negara-negara
dengan pasar ekuitas yang kuat, akuntansi memiliki fokus atas seberapa baik
manajemen menjalankan perusahaan (profitabilitas), dan dirancang untuk membantu
investor menganalisis arus kas masa depan dan resiko terkait. Sebaliknya, dalam
system berbasis kredit di mana bank merupakan sumber utama pendanaan, akuntansi
memiliki focus atas perlindungan kreditor melalui pengukuran akuntansi yang
konservatif.
2. Sistem Hukum
Dunia barat memiliki
dua orientasi dasar: hukum kode (sipil) dan hukum umum (kasus). Dalam Negara-negara
hukum kode, hukum merupakan satu kelompok lengkap yang mencakup ketentuan dan
prosedur sehingga aturan akuntansi digabungkan dalam hukum nasional dan
cenderung sangat lengkap.Sebaliknya, hukum umum berkembang atas dasar kasus per
kasus tanpa adanya usaha untuk mencakup seluruh kasus dalam kode yang lengkap.
3. Perpajakan
Di kebanyakan Negara,
peraturan pajak secara efektif menentukan standar karena perusahaan harus
mencatat pendapatan dan beban dalam akun mereka untuk mengklaimnya untuk keperluan
pajak.Ketka akuntansi keuangan dan pajak terpisah, kadang-kadang aturan pajak
mengharuskan penerapan prinsip akuntansi tertentu.
4. Ikatan Politik dan Ekonomi
5. Inflasi
Inflasi menyebabkan
distorsi terhadap akuntansi biaya histories dan mempengaruhi kecenderungan
(tendensi) suatu Negara untuk menerapkan perubahan terhadap akun-akun
perusahaan.
6. Tingkat Perkembangan Ekonomi
Faktor ini
mempengaruhi jenis transaksi usaha yang dilaksanakan dalam suatu perekonomian
dan menentukan manakah yang paling utama.
7. Tingkat Pendidikan
Standard praktik
akuntansi yang sangat rumit akan menjadi tidak berguna jika disalahartikan dan
disalahgunakan. Pengungkapan mengenai resiko efek derivative tidak akan
informative kecuali jika dibaca oleh pihak yang berkompeten.
8. Budaya
Empat dimensi budaya
nasional, menurut Hofstede: individualisme, jarak kekuasaan, penghindaran
ketidakpastian, maskulinitas.
2. Teori Keunggulan Komparatif (theory
of comparative advantage)
Merupakan teori yang dikemukakan oleh David Ricardo. Menurutnya, perdagangan
internasional terjadi bila ada perbedaan
keunggulan komparatif antarnegara. Ia berpendapat bahwa keunggulan komparatif
akan tercapai jika suatu negara mampu memproduksi barang danjasa lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada
negara lainnya. Sebagai contoh,Indonesia dan Malaysia sama-sama memproduksi kopi dan timah. Indonesia mampu memproduksi kopi
secara efisien dan dengan biaya yang murah, tetapi tidak mampu memproduksi
timah secara efisien dan murah. Sebaliknya, Malaysia mampu dalam memproduksi
timah secara efisien dan dengan biaya yang murah, tetapi tidak mampu
memproduksi kopi secara efisien dan murah. Dengan demikian, Indonesia memiliki
keunggulan komparatif dalam memproduksi kopi dan Malaysia memiliki keunggulan
komparatif dalam memproduksi timah. Perdagangan akan
saling menguntungkan jika kedua negara bersedia bertukar
kopi dan timah.
3. Standar Pelaporan
Keuangan Internasional
Sejumlah
standar yang dibentuk sebagai bagian dari IFRS dikenal dengan nama terdahulu Internasional
Accounting Standards (IAS). IAS
dikeluarkan antara tahun 1973 dan 2001 oleh Badan Komite Standar
Akuntansi Internasional (bahasa Inggris: Internasional Accounting Standards Committee
(IASC)). Pada tanggal 1 April 2001, IASB baru
mengambil alih tanggung jawab gunan menyusun Standar Akuntansi Internasional
dari IASC. Selama pertemuan pertamanya, Badan baru ini mengadaptasi IAS dan SIC
yang telah ada. IASB terus mengembangkan standar dan menamai standar-standar
barunya dengan nama IFRS.
STRUKTUR IFRS
IFRS dianggap sebagai
kumpulan standar "dasar prinsip" yang kemudian menetapkan peraturan
badan juga mendikte penerapan-penerapan tertentu.Standar Laporan Keuangan
Internasional mencakup:
o Peraturan-peraturan Standar
Laporan Keuangan Internasional( Internasional Financial Reporting
Standards (IFRS)) -dikeluarkan setelah tahun 2001
o Peraturan-peraturan Standar
Akuntansi Internasional ( International Accounting Standards
(IAS)) -dikeluarkan sebelum tahun 2001
o Interpretasi yang
berasal dari Komite Interpretasi Laporan Keuangan Internasional(bahasa International
Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC)) -dikeluarkan setelah
tahun 2001
o Standing
Interpretations Committee (SIC)—dikeluarkan sebelum tahun 2001
o Kerangka Kerja untuk
Persiapan dan Presentasi Laporan Keuangan (1989)(Framework for the
Preparation and Presentation of Financial Statements (1989)).
Pelaporan Keuangan
Ada 3 kelompok ukuran-
kecil, mengah, besar – yang didefinisikan dalam jumlah dalam neraca,umlah
penjualan per tahun, dan jumlah karyawan. Undang-undang akuntansi tahun 1985
secarakhusus menetukan isi dan bentuk laporan keuangan, yang meliputi :
1. Neraca
2. Laporan Keuangan
3. Catatan atas Laporan Keuangan
4. Laporan Manajemen
5. Laporan Auditor
Undang-undang 1985
mengharuskan pengungkapan catatan laporan keuangan. Perusahaan
kecildikecualikan dari ketentuan audit dan dapat meyusun neraca dalam bentuk
yang diringkas.Perusahaan kecil dan menengah juga memiliki ketentuan
pengungkapan yang lebih sedikit dalamcatatan laporan keuangan dan menyusun
laporan laba rugi yang ringkas. Perusahaan yangsahamnya diperdagangkan kepada
public harus menyediakan laporan arus kas konsolidasi.Ciri utama system
pelaporan keuangan di Jerman adalah laporan secara pribadi oleh
auditor kepada dewan direkur pengelolah perusahaan dan dewan pengawasa
perusahaan. Laporan ini berisi pendapat terhadap pospek masa depan
perusahaan dan khususnya factor-faktor yangmengancam kelangsungan hidup
perusahaan. Auditor harus menjelaskan dan menganalisis pos- pos dalam
neraca yang memiliki pengaruh material atas posisi keuangan perusahaan.
Pengukuran
AkuntansiDua bentuk metode pembelian yang diizinkan adalah metode nilai Buku
dan metode revaluasi.Aktiva dan kewajiban perusahaan yang diakuisisi dinilai
sebesar nilai kini dan jumlah yangtersisah merupakan goodwill.Goodwill dapat
disalinghapuskan terhadap cadangan dalam ekuitasatau diamortisasi secara
sistematis selama umur manfaat ekonominya. Hukum tersebutmenyebutkan periode 4
tahun sebagai periode amortisasi regular, akan tetapi periode hingga 20tahun
masih dapat dierima. Metode ekuitas harus dapat digunakan untuk perusahaan yang
tidak konsolidasi dengan kepemilikan sebesar 20 % atau lebih
Kerangka Kerja
Kerangka kerja gunan
Persiapan dan Presentasi Laporan Keuangan menyampaikan prinsip-prinsip dasar
IFRS.Kerangka kerja IASB dan FASB sedang dalam proses pembaharuan dan
perangkuman. Proyek Kerangka Konseptual Gabungan (The Joint Conceptual
Framework project)bertujuan untuk memperbaharui dan merapikan konsep-konsep
yang telah ada guna menggambarkan perubahan di pasar, praktek bisnis dan lingkungan
ekonomi yang telah timbul dalam dua dekade atau lebih sejak konsep pertama kali
dibentuk.Tujuan keseluruhan adalah untuk menciptakan dasar guna standar
akuntansi di masa mendatang yang berbasis prinsip, konsisten secara internal
dan diterima secara internasional.Karena hal tersebut, (dewan) IASB dan FASB
Amerika Serikat melaksanakan proyek secara bersama.
Objektif Laporan Keuangan
Sebuah laporan
keuangan harus menggambarkan pandangan benar dan adil atas usaha sebuah
organisasi. Oleh karena laporan-laporan ini digunakan oleh berbagai pihak,
laporan tersebut harus menggambarkan pandangan sebenarnya akan keadaan keuangan
sebuah organisasi.
Jasa akuntansi yang diatur dalam
standar ini antara lain:
· Kompilasi
laporan keuangan – penyajian informasi-informasi yang merupakan pernyataan
manajemen (pemilik) dalam bentuk laporan keuangan
· Review atas
laporan keuangan - pelaksanaan prosedur permintaan keterangan dan analisis yang
menghasilkan dasar memadai bagi akuntan untuk memberikan keyakinan terbatas,
bahwa tidak terdapat modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan
keuangan agar laporan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
di Indonesia
· Laporan
keuangan komparatif – penyajian informasi dalam bentuk laporan keuangan dua
periode atau lebih yang disajikan dalam bentuk berkolom
Hasil Analisis Kami tentang Akuntansi
Komparatif dari jurnal yang berjudul: “ANALISIS KOMPARATIF RESIKO KEUANGAN
BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) KONVENSIONAL DAN BPR SYARIAH. Umar Hamdan - Dosen
Fakultas Ekonomi & Program Studi MM Unsri. Andi Wijaya - Alumni
Program Studi MM Unsri tahun 2005”.
1. Tujuan
Tujuan dari jurnal ini
adalah untuk mengetahui dan menganalisis tingkat resiko bisnis BPR Konvensional
dan BPR Syariah.
2. Teori
Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentangPerbankan Bab I
Ketentuan Umum Pasal 1 Butir 1 menyebutkan batasan Bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkanny
akepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut
Undang-undang tersebut dan dipertegas lagi dengan Undang-undang RI nomor 10
tahun 1998, ada dua jenis bank yaitu : Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) Tugas pokok BPR adalah mengembangkan perekonomian rakyat didaerah,
terutama pedesaan, bagi golongan ekonomi lemah, dengan membantu pembiayaan,
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.
Bank Konvensional
Produk penghimpunan
dana antara lain adalah giro, tabungan dan deposito. Penyaluran dana dapat
berbentuk kredit konsumsi, kredit investasi dan kredit modal kerja. Sedangkan
produk jasa berbankan konvensional, misalnya jasa konsultansi, pengurusan
transaksi ekspor dan impor, valuta asing, dan lainnya.
Bank Syariah
Penghimpunan dana pada
bank syariah menerapkan prinsip Wadi’ah dan Mudhararabah. Prinsip
Al-Wad’ah yaitu serbagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain,baik
individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kepada si
penitip. Prinsip Mudharrabah penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik
modal (syahibul mall), bank sebagai mudharrib (pengelola dana).
Perbedaan Sistem Bank Konvensional dan Bank
Syariah
Perbedaan kedua system
dapat dilihat dari sisi penghimpunan dan penyaluran dana.Dari sisi penghimpunan
dana kedua sistem perbankan ini bertujuan untuk memobilisasi danamasyarakat.
Namun dalam system syariah dimaksudkan untuk memobilisasi danamasyarakat yang
belum tersentuh oleh perbankan konvensional, karena adanya masalahbunga.
Dalam pembiayaan atau penyaluran dana, sistem perbankan konvensionalmenekankan
pada hubungan antara debitur dan kreditur, sedangkan sistem syariah
lebihmenekankan pada prinsip keleluasaan dalam akad kredit dan kemitraan.
Selain itu juga adaperbedaan yang menyangkut aspek hukum, struktur organisasi,
usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja.
Persamaan Sistem Bank Konvensional dan Bank
Syariah
Persamaaan kedua
sistem perbankan tersebut terletak pada teknis penerimaanuang,mekanisme
transfer, teknologi komputer, syarat-syarat umum untuk memperoleh
kredit,misalnya KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan lainnya.
Produk/ Jasa yang ditawarkan Bank Konvensional
dan Bank Syariah
Secara
umum ada tiga bagian besar produk yang ditawarkan Bank konvensional danBank
Syariah:
1. Produk Penghimpunan Dana (funding)
2. Produk Penyaluran Dana (financing);
dan
3. Produk Jasa (services)
3. Isi Jurnal
Bank Perkreditan
Rakyat (BPR), menurut UU RI nomor 10 tahun 1998, adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Tugas pokok BPR adalah
mengembangkan perekonomian rakyat di daerah, terutama pedesaan, bagi golongan
ekonomi lemah, dengan membantu pembiayaan, dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat. Dalam melaksanakan fungsinya, BPR melakukan kegiatan-kegiatan:
a. Menghimpun dana jangka pendek, menengah,
dalam bentuk Tabungan dan Deposito.
b. Pembinaan dan pembiayaan dunia usaha,
khususnya membantu pengembangan usahagolongan ekonomi lemah.
c. Memobilisasikan dana masyarakat sebagai
sumber pembangunan di daerah
d. Memberikan pembiayaan jangka pendek,
menengah dan panjang kepada perusahaanperusahaanperorangan untuk keperluan
pembangunan, produksi, rehabilitasi, danmodernisasi.
e. Penyertaan dalam modal yang tidak bersifat
tetap, dengan persetujuan dan syarat-syaratyang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
f. Melakukan kerja sama sesama bank dan
Lembaga Keuangan.
g. Menjalankan usaha-usaha perbankan lainnya,
sepanjang tidak bertentangan denganperaturan dan Undang-Undang yang berlaku. Untuk
BPR Syariah ditambah Syariah Islam.
a. Likuiditas
Secara umum
rasio-rasio likuiditas BPR Syariah “F” relatif lebih baik dibanding BPR
Konvensional “S”. Rasio aktiva terhadap pinjaman menunjukkan tingkat likuiditas
yang cukup memadai, jauh di atas 100 persen. Rasio kas terhadap kewajiban
segera pada tahun 2001 dan 2003 kurang dari 100 persen. Demikian pula rasio
antara kredit yang disalurkan dengan dana yang dihimpun (loan to
deposit ratio) tahun 2002 dan 2003 cukup baik, karena mendekati
standar rasio ideal antara 85% s.d 110% yang ditetapkan BI. Nonperforming Loan
(kredit bermasalah) pada BPR Syariah “F” relatif lebih rendah dibanding dengan
NPL BPR Konvensional “S”. Pada BPR Syariah “F” hanya sekitar 2 persen,
sedangkan BPR Konvensional rata-rata sekitar 4 persen pertahun.
b. Solvabilitas
Rasio-rasio
solvabilitas kedua BPR menunjukkan kondisi sehat. Rasio kecukupan modal(Capital
Adequacy Ratio/CAR) kedua BPR di atas ketentuan minimum BI (8%). CAR
pada BPR Konvensional “S” tahun 2003 sebesar 23,95% dan BPR Syariah “F” sebesar
37,92%. Dari angka tersebut ternyata rasio solvabilitas BPR Syariah relatif
lebih baik dibandingkan dengan rasio solvabilitas BPR Konvensional “S.
c. Rentabiltas
Semua rasio
rentabilitas kedua BPR adalah positip. Laba bersih terhadap pendapat operasi
(NPM) cukup baik, di mana pada BPR Konvensional “S” sebesar 39,73 persen, dan
pada BPR Syariah “F” sebesar 35,37% pada tahun 2003. Keadaan ini menunjukkan
bahwa kedua BPR mampu memperoleh laba yang wajar, walaupun NPM BPR Syariah “F”
relative lebih rendah dibanding dengan BPR Konvensional “S”. Hal ini memberikan
indikasi bahwa BPR Konvensional “S” relatif lebih efisien dalam pengelolaan
dananya.
d. Tingkat Resiko Keuangan
Perbandingan tingkat
resiko keuangan/bisnis menggunakan hasil analisis diskriminan (Z-score) menunjukkan
kedua BPR berada pada posisi “gray”. Namun nilai Z BPR Syariah “F” relatif
lebih tinggi dibanding BPR Konvensional “S”. Rendahnya Z- score (di bawah 2,99)
mengindikasikan bahwa kedua bank berada pada posisi bisnis beresiko tinggi dan
bila tidak dilakukan pengelolaan bisnis secara baik dapat menyebabkan
kepailitan dalam jangka panjang.
4. Kesimpulan
1. Secara umum rasio-rasio likuiditas BPR
Syariah “F” relatif lebih baik dibanding BPR Konvensional “S”.
2. Rasio-rasio solvabilitas kedua BPR
menunjukkan kondisi sehat. Rasio kecukupan modal(Capital Adequacy Ratio/CAR) kedua
BPR di atas ketentuan minimum BI (8%). CAR pada BPR Konvensional “S” tahun 2003
sebesar 23,95% dan BPR Syariah “F” sebesar 37,92%. Dari angka tersebut ternyata
rasio solvabilitas BPR Syariah relatif lebih baik dibandingkan dengan rasio
solvabilitas BPR Konvensional “S.
3. Semua rasio rentabilitas kedua BPR adalah
positip. Laba bersih terhadap pendapat operasi (NPM) cukup baik, di mana pada
BPR Konvensional “S” sebesar 39,73 persen, dan pada BPR Syariah “F” sebesar
35,37% pada tahun 2003. Keadaan ini menunjukkan bahwa kedua BPR mampu
memperoleh laba yang wajar, walaupun NPM BPR Syariah “F” relatif lebih rendah
dibanding dengan BPR Konvensional “S”.
4. Perbandingan tingkat resiko keuangan
berdasarkan hasil analisis diskriminan (Z-score) menunjukkan kedua BPR berada
pada posisi “gray”. Namun nilai Z BPR Syariah “F” relatif lebih tinggi
dibanding BPR Konvensional “S”, yang berarti resiko BPR “F” relative lebih
rendah dibanding BPR Konvensional “S”.
Sumber
:
http://s3fti.files.wordpress.com/2013/04/akuntansi-internasional.pdf